Dalam konteks kebencanaan di Indonesia, kesiapan mental dan prosedur yang terinternalisasi adalah penentu utama keselamatan. Inilah mengapa simulasi, seperti latihan gempa bumi dan kebakaran, menjadi aktivitas krusial dan harus dilakukan sebagai Latihan Rutin dalam program tugas Palang Merah Indonesia (PMI). Latihan Rutin ini dirancang untuk mengubah respons panik menjadi tindakan otomatis dan terarah. Dengan menjadikan kesiapsiagaan sebagai Latihan Rutin, masyarakat dan relawan PMI dapat meminimalkan waktu respons, yang pada akhirnya menyelamatkan banyak nyawa dan harta benda.
1. Mengubah Panik Menjadi Prosedur Otomatis
Tujuan utama dari simulasi bencana bukanlah sekadar menguji sirene atau jalur evakuasi, melainkan melatih memori otot dan psikologis.
- Fenomena Flight, Fight, or Freeze: Saat bencana sesungguhnya terjadi, naluri manusia cenderung mengalami flight (melarikan diri tanpa arah), fight (melawan sumber bahaya), atau freeze (membeku). Latihan rutin, seperti simulasi gempa yang diadakan setiap tiga bulan sekali, memprogram ulang respons otak. Ketika alarm berbunyi, tindakan Duck, Cover, and Hold (merunduk, berlindung, dan berpegangan) harus dilakukan secara refleks, menghilangkan waktu berharga yang hilang karena kebingungan.
- Standar Waktu Respons: PMI menetapkan standar waktu respons evakuasi. Dalam simulasi gempa yang dilakukan di sebuah gedung perkantoran di Jakarta pada tanggal 20 September 2024, tim PMI berhasil menurunkan waktu evakuasi dari $4$ menit menjadi $2$ menit 30 detik dalam tiga kali pengulangan latihan, menunjukkan peningkatan efisiensi yang signifikan.
2. Sinergi dalam Respons Kebakaran
Simulasi kebakaran memiliki tantangan unik karena melibatkan penanganan api dan evakuasi di tengah asap.
- Penggunaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR): Latihan rutin kebakaran yang diselenggarakan PMI berfokus pada pelatihan penggunaan APAR yang efektif, sesuai dengan metode PASS (Pull, Aim, Squeeze, Sweep). Penekanan diberikan pada bagaimana memadamkan api kecil pada fase awal sebelum api menyebar. Pelatihan ini sering melibatkan pemuda Karang Taruna di tingkat RT/RW.
- Prosedur Evakuasi Asap: Dalam kebakaran, bahaya terbesar seringkali adalah asap dan bukan api itu sendiri. Simulasi mengajarkan untuk merangkak rendah di bawah lapisan asap untuk menghindari menghirup karbon monoksida. Relawan PMI juga dilatih untuk menggunakan tabung oksigen portabel saat melakukan pencarian dan penyelamatan di lingkungan berasap.
3. Evaluasi dan Peningkatan Berkelanjutan
Simulasi bukanlah akhir, melainkan awal dari proses perbaikan berkelanjutan.
- Debriefing dan Analisis: Setelah setiap simulasi selesai, PMI selalu mengadakan sesi debriefing (evaluasi) dengan partisipan, relawan, dan aparat terkait (termasuk Polsek setempat). Analisis ini mengidentifikasi titik lemah, misalnya, di mana terjadi hambatan di jalur evakuasi atau di mana komunikasi terputus.
- Penyesuaian Rencana: Hasil evaluasi tersebut digunakan untuk memperbarui Rencana Kesiapsiagaan Bencana (RKB). Misalnya, jika simulasi menunjukkan bahwa titik kumpul yang lama terlalu dekat dengan bahaya, PMI akan bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk memindahkan titik kumpul ke lokasi yang lebih aman, sesuai dengan Peta Risiko terbaru yang diterbitkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) pada akhir tahun lalu.
Melalui Latihan Rutin yang intensif dan realistis, PMI memastikan bahwa masyarakat dan relawannya selalu siap siaga, mengubah potensi malapetaka menjadi insiden yang dapat dikelola.